Assalaamu 'Alaikum Warahmatullah wa Barakaatuh

Indeks Artikel Terbaru

Kamis, 18 Juni 2020

Menag Sebut Ada 5 Hal yang Perlu Dicermati dalam Evaluasi Haji 2019

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berpesan ada lima hal yang perlu dicermati dalam melakukan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini dikemukakan Menag saat membuka Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1440H/2019M di Jakarta.
Pertama, sebagai penyelenggara, Menag meminta para peserta untuk memahami apa yang sudah dianggap baik oleh jamaah. "Agar kita bisa mempertahankan apa yang sudah baik, bahkan meningkatkan," ungkap Menag, Selasa 8 Oktober 2019, seperti dikutip dari Kemenag.go.id.
Kedua, dalam evaluasi yang dilakukan menjadikan peningkatan kualitas manasik haji sebagai fokus layanan pada tahun mendatang. Ini sesuai dengan pencanangan pada 2020 sebagai tahun peningkatan kualitas manasik haji.
Ini menurut Menag bukan berarti menafikkan pelayanan lainnya seperti akomodasi, transportasi, konsumsi, maupun kesehatan. Namun, lebih dari itu Menag berharap layanan-layanan lain akan menunjang peningkatan layanan di bidang ibadah sehingga dapat meningkatkan kualitas manasik jamaah haji.
"Kita ingin ada peningkatan. Setelah hal-hal yang bersifat fisik, maka kita harus menambah kualitas penyelenggaraan ini dengan kepuasan nonfisik, yaitu peningkatan kualitas manasik haji jamaah," kata Menag. Jamaah haji, menurut Menag, perlu memahami apa makna serta filosofi dari ritual ibadah haji yang dilakukan. Mulai dari makna ihram, tawaf, sai, hingga wukuf di Arafah. Sehingga secara lebih makro Menag berharap sepulangnya jamaah dari ibadah haji, mereka akan menerapkan filosofi yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. "Jadi jamaah haji kita yang jumlahnya terbanyak setiap tahunnya itu, diharapkan memiliki dampak sosial yang positif juga sepulangnya ke Tanah Air," harap Menag.
Ketiga, secara serius menangani permasalahan Arafah Muzdalifah dan Mina (Armuzna). "Permasalahan Armuzna selalu menjadi titik kritis dalam penyelenggaraan ibadah haji. Terutama kepadatan tenda di Mina. Ini perlu dipikirkan secara serius," jelas Menag. Salah satu yang harus dipertimbangkan adalah untuk menyarankan sebagian jamaah kembali ke hotel usai menyelesaikan kewajiban mabit. "Perlu dipikirkan bagaimana bila sebagian jamaah kita yang hotelnya dekat dengan jamarat, mereka dapat kembali ke hotel. Sehingga tempat yang kosong di tenda mina dapat dipergunakan oleh sebagian yang lain," ujarnya.
Keempat, mengupayakan perluasan pelayanan fast track. "Ini salah satu inovasi yang dirasakan memuaskan oleh jamaah. Maka harus dipertahankan bahkan diperluas agar tidak hanya dinikmati oleh Jemaah dari Embarkasi Jakarta," imbuhnya. Menag berharap seluruh jamaah haji dapat merasakan layanan fast track ini. Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan, setidaknya ada penambahan layanan fast track pada embarkasi dengan jumlah jamaah yang besar seperti Embarkasi Solo (SOC) dan Embarkasi Surabaya (SUB).
Kelima, Menag meminta peserta mencermati masalah sosialisasi terkait istithoah haji. Ia menuturkan, saat ini masih ditemui kasus bahwa ada jamaah yang sebenarnya sudah tiba di asrama, tapi kurang dari 24 jam dinyatakan gagal berangkat akibat tidak terpenuhinya syarat istithoah kesehatan. "Masyarakat perlu tahu, kapan mereka bisa diberangkatkan dan bilamana mereka dapat dinyatakan gagal berangkat. Indikatornya harus disosialisasikan," ujar Menag.
Dalam kesempatan tersebut Menag juga menyampaikan bahwa upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan haji, menurut Menag tidak ada batasnya. "Karena kepuasan tidak ada batasnya. Tapi kita harus punya tolok ukur yang jelas. Maka melalui rakernas ini kita harus punya tolok ukurnya," terang Menag.
Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1440H/2019M sendiri berlangsung selama tiga hari pada 8–10 Oktober. Rakernas ini diikuti Kepala Kanwil Kemenag se-Indonesia, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah se-Indonesia, Kepala UPT Asrama Haji se-Indonesia, ASN dan pejabat Ditjen PHU, serta perwakilan kementerian/lembaga terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar