Assalaamu 'Alaikum Warahmatullah wa Barakaatuh

Indeks Artikel Terbaru

Selasa, 28 Desember 2010

Fatwa Ulama Seputar Hukum Isbal

Isbal adalah menurunkan pakaian hingga menutupi kedua mata kaki, pelakunya disebut musbil. Isbal ini berlaku pada sarung, celana, gamis, jubah dan juga serban. Isbal termasuk dosa besar yang diharamkan bagi kaum pria namun tidak bagi wanita.
Larangan untuk melakukan isbal adalah larangan yang bersifat umum, apakah karena sombong atau tidak. Itu sama saja berdasarkan keumuman nash. Tapi, bila dilakukan karena sombong itu lebih keras lagi kadar keharamannya dan lebih besar dosanya.

Sehingga wajib bagi orang yang melakukan hal itu untuk segera bertaubat kepada Allah dan juga segera menaikkan pakaiannya kepada sifat yang disyari’atkan (yakni di atas mata kaki, -pen.).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sarung seorang mukmin sebatas pertengahan kedua betisnya. Tidak mengapa bila dia menurunkan di bawah itu selama tidak menutupi kedua mata kaki. Dan yang berada di bawah mata kaki tempatnya di neraka.” (HR. Malik dalam Muwaththa’ dan Abu Daud dengan sanad yang shahih)
Berikut ini adalah beberapa fatwa ulama tentang hukum memanjangkan pakaian hingga melebihi kedua mata kaki. Semoga bermanfaat!
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan: Apa hukum memanjangkan pakaian jika dilakukan karena sombong atau karena tidak sombong. Dan apa hukum jika seseorang terpaksa melakukannya, apakah karena paksaan keluarga, atau karena dia kecil atau karena memang sudah menjadi kebiasaan?
Jawab:
Hukumnya haram bagi pria berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung, maka tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya)
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, tidak dilihat (dengan pandangan rahmat) dan tidak dibersihkan dari dosa serta mereka akan mendapat azab yang sangat pedih, yaitu pelaku isbal, pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.”
Kedua hadits ini dan yang semakna dengannya mencakup orang yang menurunkan pakaiannya (isbal) karena sombong atau dengan sebab lain. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan dengan bentuk umum tanpa mengkhususkan. Kalau melakukan isbal karena sombong, maka dosanya lebih besar dan ancamannya lebih keras, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak boleh menganggap bahwa larangan melakukan isbal hanya karena sombong saja, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ada memberikan pengecualian hal itu dalam kedua hadits yang telah kita sebutkan tadi, sebagaimana juga beliau tidak ada memberikan pengecualian dalam hadits-hadits yaog lain. Yaitu sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Jauhilah olehmu isbal, karena dia termasuk perbuatan sombong.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Beliau menjadikan semua perbuatan isbal termasuk kesombongan, karena secara umum perbuatan itu tidak dilakukan kecuali memang demikian. Siapa yang melakukan isbal tanpa diiringi rasa sombong, maka perbuatannya bisa menjadi perantara menuju kesana. Dan perantara dihukumi sama dengan tujuan. Dan juga karena perbuatan itu adalah perbuatan berlebih-lebihan dan mengancam pakaian akan terkena najis dan kotoran.
Oleh karena itu ketika Umar radhiyallahu ‘anhu melihat seorang pemuda berjalan dalam keadaan pakaiannya menyeret di tanah, ia berkata kepadanya: Angkatlah pakaianmu, karena hal itu adalah sikap yang lebih taqwa kepada Rabbmu dan lebih suci bagi pakaianmu. (Riwayat Bukhari dan lihat juga dalam Al Muntaqa min Akhbaril Musthafa 2/451)
Adapun ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ketika dia (Abu Bakar) berkata: Wahai Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali kalau aku benar-benar menjaganya. Maka beliau bersabda:
“Engkau tidak termasuk golongan orang yang melakukan itu karena sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksudkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa orang yang benar-benar menjaga pakaiannya bila melorot kemudian menaikkannya kembali tidak termasuk golongan orang yang menyeret pakaiannya karena sombong. Karena dia (yang benar-benar menjaga) tidak melakukan isbal. Tapi pakaian itu melorot kemudian dinaikkannya kembali dan menjaganya benar-benar. Tidak diragukan lagi ini adalah perbuatan yang dimaafkan.
Adapun orang yang memang menurunkannya dengan sengaja, apakah dalam bentuk celana atau sarung atau gamis, maka ini termasuk kedalam golongan orang yang mendapat ancaman, bukan yang mendapat kemaafan ketika pakaiannya turun. Karena hadits-hadits shahih yang melarang melakukan isbal bersifat umum dari segi teks, makna dan maksud.
Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap isbal. Dan hendaknya dia takut kepada Allah ketika melakukannya. Dan janganlah dia menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki dengan mengamalkan hadits-hadits yang shahih ini. Dan hendaknya juga itu dilakukan karena takut kepada kemurkaan Allah dan hukuman-Nya. Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq. (Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ini dinukil dari Majallah Ad Da’wah, hal. 218)
Pertanyaan: Bila seseorang melakukan isbal pada pakaiannya tanpa diiringi rasa sombong dan angkuh, apakah itu juga diharamkan baginya? Dan apakah hukum isbal itu juga berlaku pada lengan pakaian?
Jawab:
Isbal tidak boleh dilakukan secara mutlak berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Apa yang berada di bawah mata kaki berupa sarung, maka itu tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya)
Dan juga karena sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Sulaim:
“Jauhilah isbal olehmu, karena itu tergolong kesombongan.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Dan juga sabda Rasulullah yang tsabit dari beliau:
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan tidak disucikan dari dosa serta mereka akan mendapat azab yang sangat pedih, yaitu pelaku isbal, pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Tidak ada beda apakah dia melakukan karena sombong atau tidak. Itu berdasarkan keumuman banyak hadits. Dan juga karena secara keumuman itu dilakukan karena sombong dan angkuh, walau dia tidak bermaksud demikian. Perbuatannya adalah perantara menuju kesombongan dan keangkuhan. Dan dalam perbuatan itu juga ada mengandung unsur meniru wanita dan mempermudah pakaian dikenai kotoran dan najis. Serta perbuatan itu juga menunjukkan sikap berlebih-lebihan.
Siapa yang melakukannya karena sombong, maka dosanya lebih besar. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ketika dia mengatakan kepada beliau bahwa sarungnya sering melorot kecuali kalau dia benar-benar menjaganya:
“Sesungguhnya engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini adalah bantahan bagi orang yang melakukannya, tapi berdalil dengan apa yang dilakukan Abu Bakar Ash Shiddiq. Bila dia memang benar-benar menjaganya dan tidak sengaja membiarkannya, itu tidak mengapa.
Adapun lengan baju, maka sunnahnya tidak melewati pergelangan… Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq. (dari sumber yang sama, hal. 220)
Pertanyaan: Sebagian orang ada yang memendekkan pakaiannya di atas kedua mata kaki, tapi celananya tetap panjang. Apa hukum hal itu?
Jawab:
Isbal adalah perbuatan haram dan mungkar, sama saja apakah hal itu terjadi pada gamis atau sarung. Dan isbal adalah yang melewati kedua mata kaki berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung, maka tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Ada tiga golongan yang tidak diajak berbicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan tidak dibersihkan dari dosa serta mereka akan mendapatkan azab yang sangat pedih, yaitu pelaku isbal, pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Beliau juga bersabda kepada sebagian para shahabatnya:
“Jauhilah isbal olehmu, karena itu termasuk kesombongan.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa isbal termasuk salah satu dosa besar, walau pelakunya mengira bahwa dia tidak bermaksud sombong ketika melakukannya, berdasarkan keumumannya.
Adapun orang yang melakukannya karena sombong, maka dosanya lebih besar berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Karena perbuatan itu menggabung antara isbal dan kesombongan. Kita mengharap kepada Allah agar Dia memberi keampunan.
Adapun ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abu Bakar ketika dia berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sarungku sering turun kecuali kalau aku benar-benar menjaganya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:
“Engkau tidak termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini tidak menunjukkan bahwa isbal boleh dilakukan bagi orang yang tidak karena sombong. Tapi hadits ini menunjukkan bahwa orang yang sarungnya atau celananya melorot tanpa maksud sombong kemudian dia benar-benar menjaganya dan membetulkannya tidak berdosa.
Adapun menurunkan celana di bawah kedua mata kaki yang dilakukan sebagian orang adalah perbuatan yang dilarang. Dan yang sesuai dengan sunnah adalah hendaknya gamis atau yang sejenisnya, ujungnya berada antara setengah betis sampai mata kaki dengan mengamalkan semua hadits-hadits tadi… Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq. (dari sumber yang sama hal. 221)
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: Apakah menurunkan pakaian melewati kedua mata kaki (isbal) bila dilakukan tanpa sombong dianggap suatu yang haram atau tidak?
Jawab:
Menurunkan pakaian di bawah kedua mata kaki bagi pria adalah perkara yang haram. Apakah karena sombong atau tidak. Akan tetapi bila dia melakukannya karena sombong dosanya lebih keras dan besar, berdasarkan hadits yang tsabit dari Abu Dzar dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah di hari kiamat, tidak dilihat dan tidak dibersihkan dari dosa serta mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.”
Abu Dzar berkata: Alangkah bangkrut dan ruginya mereka wahai Rasulullah! Beliau berkata:
“(Mereka adalah) pelaku isbal, pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim dam Ashhabus Sunan)
Hadits ini adalah hadits yang mutlak, akan tetapi dirinci dengan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat Allah di hari kiamat.” (HR. Bukhari)
Kemutlakan pada hadits Abu Dzar dirinci oleh hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Jika dia melakukan karena sombong, Allah tidak akan melihatnya, membersihkannya dan dia akan mendapat azab yang sangat pedih. Hukuman ini lebih berat daripada hukuman orang yang menurunkan pakaiannya di bawah kedua mata kaki tanpa sombong. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata tentang kelompok ini dengan:
“Apa yang berada di bawah kedua mata kaki berupa sarung, maka tempatnya dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Ketika kedua hukuman ini berbeda, tidak bisa membawa makna yang mutlak kepada pengecualian, karena kaidah yang membolehkan untuk mengecualikan yang mutlak adalah dengan syarat bila kedua nash sama dari segi hukum.
Adapun bila hukumnya berbeda, maka tidak bisa salah satunya dikecualikan dengan yang lain. Oleh karena ini ayat tayammum yang berbunyi:
“Maka sapulah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian dengan tanah itu.” (Al Maidah: 6)
Tidak bisa kita kecualikan dengan ayat wudhu yang berbunyi:
“Maka basuhlah wajah-wajag kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku.” (Al Maidah: 6)
Maka tidak bisa kita melakukan tayammum sampai ke siku. Itu dinyatakan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Malik dan yang lainnya dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sarung seorang mukmin sampai setengah betisnya. Dan yang di bawah kedua mata kaki, maka tempatnya dalam neraka. Dan siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya.”
Di sini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan dua contoh dalam hukum kedua hal itu, karena memang hukum keduanya berbeda. Keduanya berbeda dalam perbuatan, maka juga berbeda dalam hukum. Dengan ini jelas kekeliruan orang yang mengecualikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Apa yang di bawah kedua mata kaki, maka tempatnya di neraka.”
Dengan sabda beliau:
“Siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat Allah.”
Memang ada sebagian orang yang bila ditegur perbuatan isbal yang dia lakukan, dia berkata: Saya tidak melakukannya karena sombong. Maka kita katakan kepada orang ini: Isbal ada dua jenis, yaitu jenis hukumannya; adalah bila seseorang melakukannya karena sombong dia tidak akan diajak bicara oleh Allah, dilihat Allah, dibersihkan dari dosa dan dia akan mendapat siksa yang pedih. Berbeda dengan orang yang melakukan isbal tidak karena sombong. Orang ini akan mendapat hukuman berupa azab, tapi dia masih diajak bicara, dilihat dan dibersihkan dari dosa. Demikian kita katakan kepadanya. (Diambil dari As’ilah Muhimmah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, hal. 29)
Wallahu a’lam bish-shawab.
[Sumber: Hukum Isbal (Menurunkan Pakaian di Bawah Mata Kaki) karya Syaikh Abdullah bin Jarullah Al Jarullah rahimahulkah (alih bahasa: Abu Mu'awiyah Muhammad 'Ali Ishmah bin Ismail), penerbit: Maktabah Imam Adz Dzahabi, Medan, hal. 16-29]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar