Assalaamu 'Alaikum Warahmatullah wa Barakaatuh

Indeks Artikel Terbaru

Selasa, 28 Desember 2010

Hukum Merokok dalam Islam

Penulis: Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al If

SIKAP ISLAM TERHADAP ROKOK

Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk-Nya dan agama yang hak, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dan membersihkan serta mensucikan hati mereka dari kotoran kekufuran dan kefasikan dan membebaskan mereka dari belenggu penghambaan kepada selain Allah ta’ala.


Dia (Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam) membersihkan manusia dari kesyirikan dan kehinaan kepada selain Allah dan memerintahkannya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dengan merendahkan diri dan mencintai-Nya dan meminta serta memohon kepada-Nya dengan penuh harap dan takut.

Dia juga mensucikan manusia dari setiap kebusukan maksiat dan perbuatan dosa, maka dia melarang manusia atas setiap perbuatan keji dan buruk yang dapat merusak hati seorang hamba dan mematikan cahayanya dan agar menghiasinya dengan akhlak mulia dan budi perkerti luhur serta pergaulan yang baik untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna. Maka dari itu dia menghalalkan setiap sesuatu yang baik dan mengharamkan setiap yang keji, baik makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lainnya.

Termasuk yang diharamkan karena dapat menghilangkan kesucian adalah merokok, karena berbahaya bagi fisik dan mengdatangkan bau yang tidak sedap, sedangkan Islam adalah (agama) yang baik, tidak memerintahkan kecuali yang baik. Seyogyanya bagi seorang muslim untuk menjadi orang yang baik, karena sesuatu yang baik hanya layak untuk orang yang baik, dan Allah ta’ala adalah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik.

Berikut akan kami kemukakan beberapa fatwa dari para ulama terkemuka tentang hukum rokok : “Merokok hukumnya haram, begitu juga memperdagangkannya. Karena didalamnya terdapat sesuatu yang membahayakan, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ أخرجه الإمام أحمد في المسند ومالك في الموطأ وابن ماجة
“ Tidak (boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang) berbahaya atau membahayakan” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Atturmuzi)

Demikian juga (rokok diharamkan) karena termasuk sesuatu yang buruk (khabaits), sedangkan Allah ta’ala (ketika menerangkan sifat nabi-Nya Shalallahu 'alaihi wassalam) berfirman: “...dia menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan yang buruk“ (Al A’raf : 157)

Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia.
Ketua: Abdul Aziz bin Baz
Wakil Ketua: Abdurrazzak Afifi.
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan –
Abdullah bin Quud.

“Merokok diharamkan, begitu juga halnya dengan Syisyah, dalilnya adalah firman Allah ta’ala: “Jangan kalian bunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap diri kalian “ (An-Nisa : 29)


“ Jangan kalian lemparkan diri kalian dalam kehancuran” (Al-Baqarah : 195)

Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa mengkonsumsi barang ini dapat membahayakan, jika membahayakan maka hukumnya haram. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:
(وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا ( النساء : 5

“ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan..” (An Nisa:5)
Kita dilarang menyerahkan harta kita kepada mereka yang tidak sempurna akalnya karena pemborosan yang mereka lakukan. Tidak diragukan lagi bahwa mengeluarkan harta untuk membeli rokok atau syisyah merupakan pemborosan dan merusak bagi dirinya, maka berdasarkan ayat ini hal tersebut dilarang.

Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam juga menunjukkan pelarangan terhadap pengeluaran harta yang sia-sia, dan mengeluarkan harta untuk hal ini (rokok dan syisyah) termasuk menyia-nyiakan harta. Rasulullah e bersabda:
{ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ }

Syekh Muhammad bin Sholeh bin ‘Utsaimin
Anggota Lembaga Majlis Ulama Kerajaan Saudi Arabia


“Telah dikeluarkan sebuah fatwa dengan nomor: 1407, tanggal 9/11/1396H, dari Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa di Riyadh, sebagai berikut: “Tidak dihalalkan memperdagangkan rokok dan segala sesuatu yang diharamkam karena dia termasuk sesuatu yang buruk dan mendatangkan bahaya pada tubuh, rohani dan harta.

Jika seseorang hendak mengeluarkan hartanya untuk pergi haji atau menginfakkannya pada jalan kebaikan, maka dia harus berusaha membersihkan hartanya untuk dia keluarkan untuk beribadah haji atau diinfakkan kepada jalan kebaikan, berdasarkan umumnya firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمِ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيْهِ إِلاَّ أَنْ تُغْمِضُوا فِيْهِ (ألبقرة:267
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata darinya “ (Al Baqarah: 267)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: “ Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak akan menerima kecuali yang baik “ (al Hadits)
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

(Dinukil dari terjemahan عفواً ممنوع التدخين Maaf, dilarang MEROKOK oleh Thalal bin Sa'ad Al 'Utaibi)

SUmber : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=427

4 komentar:

  1. artikel anda sepertinya menyatakan suatu hukum hanya dari satu sudut pandang saja. coba ikuti saran saya sebelum menentukan sebuah hukum agar tidak menimbulkan kesenjangan pada umat muslim.
    1. Cari di buku (untuk masalah rokok, baca buku Al-Qohwah wa Ad-Dukhon karya Syeikh ihsan jampes kediri)
    2. Tanya yang lebih tau
    3. Yang terpenting lihat jangan dengan satu sudut pandang, tapi liatlah sudut pandang yang lain.

    BalasHapus
  2. Merokok dilihat dari sisi ekonomi. Cukai rokok yang hanya 5% saja menghasilkan pemasukan ke negara sebesar 60 trilyun rupiah. Berarti uang yang dibelanjakan perokok adalah 20 x 60 trilyun = 1.200 trilyun (lebih besar dari APBN Indonesia yang 800 trilyun atau jauh lebih besar dai uang yang dikorupsi pejabat). Sementara yang masuk ke pekerja hanya 10% nya saja atau sebesar 120 trilyun rupiah. Sehingga yang masuk ke pengusaha rokok sebesar (1.200 - 1200 - 60) trilyun = 1.050 trilyun rupiah. Luar biasa besar, hampir seluruh orang kecil seperti tukang becak harus menyisihkan 5000 rupiah setiap hari untuk membeli rokok Tali Jagad. Makanya pengusaha rokok masuk dalam jajaran orang terkaya didunia. Iklan besarpun ok. Yang jadi tumbal orang kecil. Susahnya perokok sekarang sudah masuk dalam kategori mabuk. Misalnya dengan mengatakan lebih baik tidak makan sehari dari pada tidak merokok.

    BalasHapus
  3. Seorang ulama besar NU, KH Mustofa Bisri, mengatakan bahwa hukum merokok tidak ada di Alquran. Bahkan kata rokok tidak ada di Alquran. Namun dua bulan setelahnya (Pebruari 2011) beliau menganjurkan orang untuk berhenti merokok. Bahkan beliau menyarankan tidak usah ditanyakan sebabnya kenapa beliau berhenti merokok dan menganjurkan tidak merokok. Bagus juga ide Pak Kyai, mudah-mudahan dapat barokah. Dari sini saya berpendapat bahwa kenapa beliau pada waktu merokok tidak dapat mencari dalil di Alquran, dan mengetahui dalilnya setelah beliau berhenti merokok?. Jawabnya; memang orang perokok sulit mencari dalil merokok di Alquran, agar tahu dalil merokok di Alquran, berhentilah merokok dulu, contohnya KH Mustofa Bisri.

    BalasHapus
  4. Jika rokok bisa menghasilkan pemasukan negara, maka rokok bisa merugikan negara juga. Pekerja di pabrik rokok hanya memperoleh 10 % dari uang yang dibelanjakan perokok. Di sisi lain, pekerja di tempat lain tidak mendapatkan UMR yang layak karena pengusaha melihat pekerja umumnya perokok tidak produktif. UMR di Jakarta hanya 1,2 juta rupiah, sebetulnua bisa ditingkatkan menjadi 1,6 juta rupiah. Indeks kinerja pekerja Indonesia rata-rata ekivalen dengan 800 jam/tahun. Sementara pekerja Jepang 2200 jam/tahun, Jerman 2000 jam/tahun, Amerika 1800 jam/tahun versi majalah Time tahun 2005. Bisa dibayangkan berapa jumlah kerugian pekerja akibat selisih UMR tersebut?.

    BalasHapus